jahatnya motivasi
Baik, ini hasil teks yang sudah dibersihkan dari pemenggalan baris aneh dan diperbaiki tanda bacanya, tanpa mengubah isi atau ejaan sama sekali:
Gua masih ingat waktu awal-awal kuliah saat pertama kali gua mulai tertarik sama buku. Waktu itu gua lagi ada di sebuah tempat ngopi dan melihat seorang pria, mungkin umurnya sekitar 30-an, lagi duduk sendirian. Dan yang menarik perhatian gua bukan orangnya, tapi buku yang dia pegang. Bukunya tampilannya aneh, kayak enggak niat dibuat menarik sama sekali. Tapi anehnya, justru judulnya yang bikin gua tertuju: Cara Memenangkan Teman dan Memengaruhi Orang Lain.
Butuh waktu kurang lebih setahun penuh buat gua menunda-nunda sebelum akhirnya mutusin untuk memulai. Gua pesan buku Dale Carnegy. Dan pas mulai baca, dari situ langsung gua tertarik dengan dunia pengembangan diri yang akhirnya benar-benar menggenggam gua. Gua daftar ke gym dekat rumah, mulai peduli sama apa yang gua makan, nyusun jadwal harian, dan mulai serius ngejalanin passion gue di dunia akting waktu itu.
Satu demi satu buku gua lahap. Gua ngikutin semua yang direkomendasiin, seperti meditasi, mandi air dingin, baca afirmasi buat diri sendiri, visualisasiin tujuan hidup, dan gua baca makin banyak, olahraga makin sering, kerja makin keras. Dan buat pertama kalinya dalam hidup, gua ngerasa jauh lebih percaya diri dan termotivasi dari sebelumnya. Gua merasa bahwa inilah yang selama ini hilang dari hidup gua. Semuanya terasa sempurna, atau setidaknya itu yang ingin gua tunjukin ke orang-orang.
Dunia pengembangan diri emang banyak ngasih perubahan, tapi di balik semua itu ada beberapa hal yang enggak bisa diabaikan—masalah yang cukup besar, masalah yang akhirnya harus gua hadapi sendiri. Dan di video ini biar jadi semacam peringatan buat lo yang lagi nyoba memperbaiki hidup, apa pun situasi lo sekarang, di mana pun lo berada. Jujur, gua udah pengen bikin video ini sejak pertama kali mulai channel ini, dan akhirnya sekarang gua berani juga untuk membahas semuanya. Jadi duduk yang santai, tarik napas, dan temenin gua membahas sisi lain dari dunia pengembangan diri yang ternyata bisa jadi racun bagi kita.
[Musik]
Apakah lu merasa pengin hidup jadi lebih baik? Pengin keluar dari situasi yang gitu-gitu aja? Udah capek merasa mengalah dengan situasi apa pun? Padahal sebenarnya lu pengin lebih bahagia, lebih banyak duit, lebih dihargai, lebih disukai, lebih dilihat, atau mungkin lu cuma ingin membuktikan kalau mereka salah—orang-orang yang meremehkan lo, yang enggak pernah percaya lu bisa ngelakuin hal besar. Lu pengen nunjukin kalau lu lebih dari yang mereka kira.
Dulu gua sempat menunda terus untuk membeli bukunya D. Carnegy karena gue merasa belum butuh itu. Tapi semua berubah pas gue masuk tahun pertama kuliah. Entah kenapa di masa itu gua mulai merasa susah untuk menyesuaikan diri. Padahal gua punya teman, gua enggak sendirian. Tapi rasanya kosong. Ada sepi yang gak bisa gua jelasin—itu seperti ada yang hilang. Gua merasa gua lagi jalanin hidup, tapi bukan sebagai diri gua sendiri.
Gua selalu kepikiran soal apa yang orang lain pikirkan tentang gue. Ada rasa pengin disukai sama semua orang, dan jujur aja, itu enggak sehat. Sampai akhirnya gua sampai di titik di mana gua bilang ke diri sendiri bahwa itu semua udah cukup. Gua capek merasa seperti ini terus, dan gua tahu gua harus melakukan sesuatu. Dan di sinilah semuanya dimulai.
Setidaknya buat gua, semua itu dimulai dari momen itu. Dari situlah perjalanan gua ke dunia pengembangan diri dimulai. Konteks ini sangat penting karena salah satu alasan paling kuat kenapa seseorang pengin berkembang adalah karena dia merasa enggak puas sama hidupnya yang sekarang. Dan itu bukan hal yang salah. Pengin berubah karena lu merasa enggak bahagia dengan situasi lu sekarang itu justru langkah yang berani dan powerful.
Masalahnya muncul justru karena kerentanan lu sendiri. Saat lo ada di tempat yang gelap dan lo pengen keluar dari situ, lu jadi lebih rentan, dan itu bisa bikin lo gampang terbawa arus. Dunia pengembangan diri kelihatannya sangat bermanfaat sekali, kan? Isinya orang-orang yang ingin jadi versi terbaik dari diri mereka. Dunia di mana lu punya kendali penuh atas hidup dan keputusan lu sendiri. Dunia yang kasih lu rasa seolah-olah lu lagi maju terus. Seolah lu makin dewasa, makin beda dari yang lain, dan melakukan hal-hal besar yang orang lain abaikan.
Itulah yang lo bisikkan ke diri sendiri, sementara orang-orang di sekitar lo masih asik berpesta dan mengejar kesenangan jangka pendek mereka. Lo akan selalu berpikir, Aku akan selalu berusaha memperbaiki diriku sendiri. Dan jujur aja, ini terasa luar biasa. Rasanya seperti gue baru aja keluar dari tempat gelap yang sempat gua masukin. Gua mulai percaya sama suara baru di kepala gue—suara yang mengatakan kalau semuanya bisa berubah, kalau gue bisa jadi lebih baik. Tapi di situlah jebakannya dimulai. Saat lo udah merasa aman, saat lo merasa lu lagi naik level, lu jadi enggak sadar kalau ada sisi lain dari semua ini.
[Musik]
Pengembangan diri memang bikin lo merasa baik, dan itu sudah pasti. Ada rasa puas yang besar setiap kali gua nutup halaman terakhir dari buku pengembangan diri yang gua baca. Tapi perasaan itu juga yang tanpa sadar bikin gua terus cari lebih dan gak pernah cukup. Gua merasa motivasi gua naik drastis—rasanya seperti baru saja naikin level di game dan karakter gua jadi lebih kuat.
Lu tahu kan, setiap kali lu baca buku pengembangan diri atau nonton video motivasi, ada lonjakan dopamin yang langsung nyambar ke otak lu. Sensasi puas karena merasa udah melakukan sesuatu itu terasa nyata. Dan setiap kali gua selesai baca satu buku, rasanya luar biasa. Gua semangat dan merasa lebih maju, dan itu enggak berhenti di situ. Setelah menutup buku itu, biasanya gua langsung buka toko online dan menambah daftar belanja buku baru lagi.
Ini pola yang bisa terus berulang: beli buku, merasa termotivasi, terus beli lagi, baca lagi, dan lagi, dan lagi. Kalau lu belum sadar masalahnya di mana, mari kita bahas sisi adiktif dari dopamin. Karena alasan kenapa sesuatu bisa bikin lo kecanduan itu bukan karena bendanya sendiri. Orang enggak kecanduan obat karena obat itu aja, tapi karena apa yang obat itu lakukan ke otak lu—rasa nikmat, sensasi dopamin yang mengalir deras di otak itu yang bikin lu balik lagi dan lagi.
Dan lu juga bisa ketagihan sama pengembangan diri, mau itu yang terstruktur atau yang liar di internet. Dunia pengembangan diri itu bisa membawa kita masuk ke dalam ilusi yang besar, dan gua sebut itu dengan ilusi kemajuan. Setelah baca buku, lu ngerasa berhasil. Setelah ikut seminar, lu ngerasa berhasil. Setelah nonton video motivasi, lu juga ngerasa berhasil. Lu ngerasa udah melakukan sesuatu yang penting—sesuatu yang bikin hidup lu bergerak maju dan lu merasa produktif.
Motivasi itu nyangkut di dalam diri lo, dan dia mulai mendorong lu untuk beli buku berikutnya, daftar seminar selanjutnya, tonton video berikutnya. Lo terus mengejar rasa maju itu. Tapi ketika lu berhenti sejenak, duduk tenang, dan benar-benar mikir, lu sadar bahwa enggak ada yang benar-benar berubah.
Salah satu penulis favorit gua, MJ de Marco, pernah mengenalkan konsep yang cukup membuka mata, yaitu action faking. Intinya, ini tentang melakukan hal-hal yang terlihat produktif, tapi sebenarnya tidak memberikan kemajuan nyata. Action faking itu seperti bikin to-do list panjang tapi habis ditulis malah ditinggal gitu aja, atau baca buku tentang bisnis terus-terusan tapi enggak pernah memulai usaha.
Masalahnya, action faking ini lebih bahaya dari sekadar malas. Karena saat lu merasakan ini, lo menipu diri lo sendiri. Lo merasa udah produktif, lo merasa udah selangkah lebih maju, padahal lo cuma jalan di tempat dan lo bahkan enggak sadar.
Jadi, anggap video ini sebagai peringatan awal buat lo. Lo gak perlu baca semua buku pengembangan diri yang ada di luar sana. Lo enggak harus ikut semua, beli semua course online, atau dengerin setiap podcast yang muncul di timeline. Ada titik di mana lu cuma jadi konsumen informasi saja, dan ada titik di mana lu harus ambil tindakan nyata.
Ini jebakan pertama yang sering dialami orang-orang, dan efeknya bisa serius. Salah satunya pasti dompet makin tipis, motivasi tinggi tapi cuma sementara. Dan yang paling menyakitkan, kesadaran tiba-tiba bahwa lu belum melakukan apa pun. Lu belum benar-benar maju, lu cuma makin jago meyakinkan diri sendiri bahwa lu sudah bergerak, tapi kenyataannya lu masih di tempat yang sama.
Dan masalahnya, di balik kecanduan pengembangan diri ini, ada sesuatu yang lebih gelap—sesuatu yang jauh lebih berbahaya. Karena di balik semua pembelian lu yang terus-menerus dan pengejaran motivasi yang enggak ada habisnya, ada seseorang yang diuntungkan, ada seseorang yang menang. Pertanyaannya sekarang: siapakah orang itu?
Kalau mau, aku bisa lanjutkan sampai selesai keseluruhan teks yang panjang ini.
Mau aku teruskan?
Diskusi